Mengurus Legalitas UMKM
Pelaku UMKM Sebaiknya Mengetahui Apa Itu Legalitas UMKM?
UMKM bukan hanya sekadar nama atau sebutan untuk mereka yang membuka usaha ekonomi. UMKM juga bukan segala kegiatan ekonomi berskala yang tidak terlalu besar. UMKM adalah usaha yang memang didorong agar bisa menjadi kekuatan baru dalam perekonomian masyarakat. UMKM didorong untuk menjadikan seluruh aktivitas ekonomi masyarakat lebih kuat dan mandiri.
Karena itulah, UMKM diatur melalui undang-undang. Ada regulasi atau aturan. Kenapa? Karena UMKM bukan hanya sekadar usaha yang bisa dilakukan oleh setiap orang. Tapi, UMKM adalah program dan model yang akan terus dikembangkan oleh pemerintah untuk mendorong kemandirian ekonomi masyarakat.
Jadi, ketika kita sudah berniat dan mulai membangun usaha, maka sebaiknya dipersiapkan dan dipelajari apa itu Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Nah, salah satu yang harus dipahami adalah pengertian dari Usaha mikro dan kecil, yaitu usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro dan kecil yang diatur dalam UU No. 20/2008.
Kriteria usaha mikro dalam UU No.20/2008 adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Adapun kriteria usaha kecil dalam UU No. 20/2008 adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan ; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Setelah mengetahui apa itu UMKM, maka langkah berikutnya adalah segera mengurus perijinan. Untuk UMKM, disebut Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK).
IUMK adalah tanda legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu dalam bentuk izin usaha mikro dan kecil dalam bentuk naskah satu lembar. IUMK diiharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan menjadi sarana pemberdayaan bagi pelaku usaha mikro dan kecil dalam mengembangkan usahanya.
Lalu, apa saja syarat yang diperlukan untuk mengurus IUMK?
- Syarat:
* Mengisi formulir yang memuat tentang:
* Nama
* Nomor KTP
* Nomor telepon
* Alamat - Kegiatan usaha
* Sarana usaha yang digunakan
* Jumlah modal usaha
* Surat pengantar dari RT atau RW terkait lokasi usaha
* Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
* Fotokopi Kartu keluarga (KK)
* Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 (2 lembar)
(Sumber: Permendagri No.83/2014)
Selanjutnya, segera dilakukan proses dengan tahapan sebagai berikut:
- Permohonan perizinan di kantor kecamatan
Pemohon mengisi formulir dan melengkapi dokumen persyaratan
Pemohon membawa formulir dan dokumen persyaratan ke kantor kecamatan setempat
Camat menerima dan memeriksa kelengkapan dan kebenaran dari formulir dan dokumen persyaratan
Apabila sudah lengkap dan benar, Camat akan memberikan naskah 1 lembar IUMK.
Jika masih belum lengkap, Camat mengembalikan formulir dan dokumen persyaratan untuk dilengkapi oleh pemohon
Permohonan perizinan secara online
Tahap 1: Membuat akun OSS
- Pemohon mengunjungi website https://www.oss.go.id/oss/.
Klik tombol “Daftar” di kanan atas
Mengisi formulir yang ada di layar
Data yang harus diisi adalah
Jenis Identitas
Nomor Induk Kependudukan (NIK)
E-mail
Jenis Pelaku Usaha
Nama (sesuai KTP)
Tanggal lahir
Negara asal
No telepon
Website usaha
Masukkan Kode Captcha
Klik tombol “Daftar” di bawah
Cek E-mail
Buka E-mail registrasi dari OSS
Klik tombol “Aktivasi”
Akun di OSS sudah aktif
Tahap 2: Masuk ke akun OSS dan mengisi data
- Cek E-mail
Buka E-mail verifikasi dari OSS
Lihat password yang dikirimkan
Salin/copy password tersebut
Pemohon mengunjungi website https://www.oss.go.id/oss/
Klik tombol “Login”
Masukkan alamat E-mail pemohon pada isian “Username”
Temple/paste password pada isian“Password”
Masukkan Kode Captcha
Klik tombol “Login”
Klik “Perizinan Mikro” pada menu di sisi kiri
Klik tombol “Lanjutkan”
Klik tombol “Pengajuan Baru”
Mengisi dan melengkapi data - Data yang harus diisi:
No.Telepon
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Pendidikan Terakhir
Modal/Kekayaan Bersih
Klik tombol “Simpan dan Lanjutkan”
Klik tombol “Tambah Data”
Mengisi dan melengkapi data mengenai usaha pemohon
Data yang harus diisi:
Nama usaha
Sektor usaha
Bidang/Kegiatan usaha
Sarana usaha yang digunakan
Alamat usaha (Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan/Desa)
Status tempat usaha
Jumlah tenaga kerja
Perkiraan hasil penjualan pertahun
Klik tombol “Simpan Data Usaha”
Tahap 3: Mengunduh NIB dan IUMK
- Klik data usaha yang telah dilengkapi
Klik tombol “Simpan dan Lanjutkan”
Klik data usaha
Klik tombol “Proses NIB”
Klik tombol “Lanjutkan”
Klik tombol “NIB” untuk menerbitkan NIB. Bisa diunduh dan disimpan
Klik tombol “Cetak Izin Usaha” untuk menerbitkan IUMK. Bisa diunduh dan disimpan
(Sumber: Permendagri No.83/2014 dan https://www.oss.go.id/oss/ )
sumber tulisan:
https://www.ukmindonesia.id/baca-izin/1486
Mengapa UMKM Jadi Pilihan Paling Realistis?
Sepanjang tahun 2020, sulit untuk tidak menyebut bahwa #UMKM telah menjadi tren baru. Bukan hanya itu, di tengah melambatnya sektor industri besar dan sektor riil, masyarakat dihadapkan dengan pilihan yang mau tidak mau harus dihadapi, yaitu: berusaha untuk tetap bertahan hidup, memiliki penghasilan, dan punya usaha.
Hampir semua #UMKM yang tumbuh di masa pandemi, didominasi oleh keadaan terdesak. Lumpuhnya berbagai aktivitas akibat penerapan protokol kesehatan untuk menjada jarak, berimplikasi langsung pada sektor ekonomi. Terutama jalur distribusi, usaha hingga pemenuhan kebutuhan paling mendasar, yaitu kebutuhan rumah tangga.
Di tengah situasi ini, #UMKM bermunculan. Awalnya, hanya coba-coba. Atau, istilah yang populer: “Tetap kreatif di masa sulit”. Namun, waktu pandemi yang panjang menjadikan usaha coba-coba dan sekedar menyalurkan kreatifitas, malah justru menjadi harapan baru. Menjadi usaha baru. Dan, banyak #UMKM yang bermunculan dan sebagian sukses justru di masa pandemi ini.
Ledakan jumlah #UMKM ini jelas membawa situasi positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Apalagi, jika dibandingkan dengan jumlah unit Usaha Besar yang hanya sekitar 5.000 unit, maka jumlah UMKM lebih dari 10.000 kali lebih banyak!
Nah, yang menarik untuk dijadikan pelajara adalah: bidang usaha apa saja yang paling banyak dikembangkan oleh #UMKM?
Data tahun 2017 menunjukkan bahwa secara umum bidang usaha UMKM dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu Pertanian dan Non-Pertanian. Jumlah usaha di kelompok Pertanian berdasarkan Sensus Pertanian 2013 (bukan survei); sementara yang non-pertanian dihitung melalui Sensus Ekonomi 2016.
Dari data itu, jumlah #UMKM yang besar adalah di sektor perdagangan besar & eceran. Usaha di bidang perdagangan besar dan eceran adalah penjualan barang tanpa adanya proses mengubah bentuk produk yang diperdagangkan, kecuali sebagai kegiatan penyortiran atau pengemasan ulang. Contohnya adalah pedagang buah-buahan yang membeli buah dalam skala besar (truk) untuk dijual kembali secara eceran (kiloan); atau distributor kripik yang mengumpulkan kripik yang diproduksi oleh beberapa ibu rumah tangga, untuk kemudian dikemas, diberi label, dan dijual secara eceran pula.
Kemudian, penyediaan akomodasi & penyediaan makan minum. Usaha akomodasi dan penyediaan makan minum mencakup jenis usaha restoran, rumah makan, jasa boga (katering), pusat penjualan makanan (food court), kafe dll. Usaha katering yang melayani penyediaan makanan untuk acara atau kebutuhan logistik (misalnya pengadaan makanan atau snack untuk pesawat terbang, kereta api. kapal, dll) juga termasuk ke dalam kategori ini.
Industri pengolahan juga cukup banyak dikembangkan oleh #UMKM. Industri pengolahan meliputi berbagai kegiatan produksi yang mengubah bentuk bahan baku/mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang siap digunakan atau dikonsumsi. Misalnya industri kain yang mengubah kapas menjadi kain; atau industri konveksi yang mengubah bentuk kain menjadi berbagai jenis pakaian; atau industri minuman dalam kemasan yang mengubah berbagai jenis buah menjadi minuman jus di dalam botol yang siap dikonsumsi.
Adapun di kategori Industri Pengolahan ini (manufaktur), terdapat sekitar 3.4 juta pelaku UMKM (BPS, 2015), yang mayoritas bergerak di 5 bidang Industri, yaitu Makanan dan Minuman (44.9%); Kerajinan Kayu dan anyaman (19.9%); Tekstil dan pakaian jadi (14.4%); Barang galian bukan logam seperti industri tepung, mika, dll (6.9%); dan furnitur (3.5%).
Lantas, bagaimana perputaran roda ekonomi yang mampu digerakkan UMKM?
Secara gabungan, skala kegiatan ekonomi UMKM memberikan kontribusi sekitar 60% terhadap total Pendapatan Domestik Bruto Indonesia. Pada 2017 lalu, PDB Indonesia sekitar Rp 1.3600 trilyun. Artinya, total pendapatan UMKM adalah sekitar Rp 8160 trilyun!
Ya, sektor usaha telah menyumbang sekitar Rp 5.000 trilyun per tahun, dengan rincian Usaha Kecil Rp 1.300 trilyun, Usaha Menengah sekitar Rp 1.800 trilyun; dan Usaha Besar sekitar Rp5.400 trilyun.
Inilah salah satu alasan mengapa #UMKM menjadi pilihan paling realistis bagi perekonomian Indonesia. Apalagi di tengan situasi pandemi seperti saat ini. Membangun usaha kecil-kecilan, tidak bisa lagi dianggap masalah remeh. Jjustru, usaha yang dimulai kecil-kecilan, saat ini memiliki prospek yang lebih realistis untuk menjadi pendapatan bagi masyarakat Indonesia. (*)
UMKM & Hal Penting yang Wajib Diketahui
Ada tren baru yang muncul pada masa pandemi di Indonesia. Bahasa kerennya jadi trending topic. Orang-orang banyak membicarakannya. Mendiskusikan. Bukan saja di dunia digital. Di dunia nyata juga. Orang-orang jadi mulai mencobanya, menekuninya, dan bahkan menjadikannya sebagai cita-cita baru. Apa itu?
UMKM. Ya, UMKM atau Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Inilah yang menjadi trending topic. Awalnya, kalau kita memperhatikan perbincangan di sosial media pada masa-masa pandemi Covid-19 awal, atau sekitar bulan Januari-Februari 2020 lalu, kita melihat bagaimana kehidupan di sekitar kita tiba-tiba berubah. Tiba-tiba semua menjadi sunyi, senyap, nyaris tidak ada aktivitas.
Begitulah ketika masa awal pandemi tiba. Ada berbagai respon yang muncul, mulai dari yang paling pesimis seperti menyebut pandemi sebagai akhir dunia, dan ada juga yang masih berusaha untuk tetap optimis. Suaranya tumpang-tindih pada awalnya. Sampai kemudian, perubahan terjadi secara perlahan-lahan dan respon dominan yang muncul adalah optimisme.
Di kalangan yang optimis, ini bisa juga disebut sebagai hikmah. Hikmah dari pandemi. Bahwa, pandemi tidak saja membuat kehidupan menjadi lumpuh. Semua yang dulu dianggap normal, justru menjadi ancaman. Semua dipaksa –mau tidak mau, harus berubah. Termasuk, soal bagaimana harus bertahan hidup.
Ya, inilah tren baru yang muncul. Namanya UMKM. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Di tengah naik-turunnya respon pesimis dan optimis, UMKM tiba-tiba menjadi trending topic. Sebagian orang mulai coba-coba. Dalam waktu yang cukup lama, setahun masa pandemi, sebagian yang coba-coba itu justru menjadikan UMKM sebagai harapan baru. Sebagian lagi ada yang menjadikannya sebagai cita-cita.
Begitulah. Di Indonesia saat ini UMKM menjadi pilihan yang tidak saja optimistik, tapi juga realistik. Pandemi yang telah mengubah aktivitas kehidupan sebelumnya menjadi kehidupan baru, tentu tidak bisa serta merta mengembalikannya kepada keadaan seperti dulu lagi. Nyaris tidak bisa. Termasuk, persoalan yang paling mendasar bagi kehidupan setiap keluarga: bertahan hidup dan pekerjaan!
Di sinilah UMKM menjadi pilihan yang realistik. Nah, pertanyaan mendasarnya: apa itu UMKM? Mengapa UMKM?
Sebenarnya, UMKM ini bukan hal baru di Indonesia. Keberadaannya sudah lama. Hanya saja, waktu itu tidak banyak yang mau terjun ke dunia UMKM. Atau, jarang sekali yang mau menekuninya. Keinginan untuk hidup nyaman dan teratur dengan menjadi karyawan atau pekerja reguler, atau menghindar dari hal-hal yang spekulatif atau kurang suka dengan tantangan baru, menjadi salah satu faktor mengapa UMKM tidak menjadi trending topic sebelum pandemi.
Malah, ada kesan bahwa UMKM tidak memiliki prospek, kurang bergengsi, cenderung jadi pekerjaan serabutan yang tidak jelas pendapatannya. Pikiran semacam itu, mungkin saja benar. Tapi, pandemi di Indonesia akhirnya menyadarkan banyak orang bahwa UMKM adalah pilihan paling realistik.
Bahkan, sebenarnya UMKM ini sudah diatur oleh pemerintah. Begitu seriusnya pemerintah dengan UMKM ini, bahkan sudah ada undang-undangnya. Ya, undang-undang. UMKM ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2008 Tengang UMKM.
Nah, inilah yang setidaknya penting untuk diketahui sebelum kita menekuni dunia UMKM. Dalam undang-undang tersebut, UMKM dijelaskan sebagai: “perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu.”
Jadi, yang dimaksud UMKM adalah usaha yang memiliki jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu. Lalu, kenapa hal ini penting untuk diketahui? Jawaban atas pertanyaan akan mengantar kita pada kondisi apa saja yang akan ditemui ketika kita menekuni UMKM. Salah satunya adalah soal pajak, investasi, atau subsidi yang akan diberikan pemerintah. Termasuk juga soal permodalan.
Karena itu, penting bagi kita mengetahui apa kriteria kekayaan dan pendapatan UMKM yang diatur di dalam undang-undang tersebut. Nah, rincian kriteria UMKM dan Usaha Besar Berdasarkan Aset dan Omzet bisa dilihat dari tabel berikut:
Jadi, dari tabel di atas maka kita bisa mengetahui bahwa usaha kita dapat dikategorikan ke dalam Usaha Mikro apabila memiliki aset maksimal Rp 50 juta dan omzet maksimal Rp 300 juta per tahun atau sekitar Rp1.000.000 per hari (asumsi beroperasional aktif selama 300 hari/tahun). Sementara, batas atas omzet untuk Usaha Kecil adalah sekitar Rp8,3 juta per hari; dan batas atas omzet Usaha Menengah adalah sekitar Rp167juta per hari.
Jadi, dengan mengetahui aturan ini kita dapat menentukan sendiri apakah usaha yang kita jalankan termasuk dalam usaha skala mikro, kecil, atau menengah. Kalau kita sudah mengetahui, maka kita bisa menyusun strategi berikutnya. Tertarik? (*)